Sunday, April 30, 2006

MENGENAL KONFLIK

Published on tebar Edisi Perdana Tahun I 31 Mei 2003

Konflik multikultural ataupun multidimensional yang akhir–akhir ini mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah sebuah konflik yang muncul begitu saja, akan tetapi merupakan akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang cenderung ditutup–tutupi. Konflik merupakan benturan yang terjadi antara 2 pihak atau lebih, yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumber daya. Konflik dan kehidupan manusia sangatlah sulit untuk dipisahkan dan keduanya berada bersama-sama, karena perbedaan nilai, status, kekuasaan dan keterbatasan sumber daya itu memang given. Konflik akan selalu dijumpai dalam kehidupan manusia atau kehidupan masyarakat, sebab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan berbagai usaha yang dalam pelaksanaannya selalu dihadapkan pada sejumlah hak dan kewajiban.

Kata konflik itu sendiri seringkali mengandung konotasi negatif, yang cenderung diartikan sebagai lawan kata dari pengertian kerjasama, harmoni, dan perdamaian. Konflik acapkali diasosiasikan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pandangan yang dangkal mengenai konflik yang demikian, sulit untuk diubah. Munculnya budaya "memendam konflik", "enggan berkonflik" dan anggapan bahwa berkonflik adalah "berperang" bukanlah sesuatu yang relevan untuk saat ini. Konflik bukanlah sesuatu yang dapat dihindari atau disembunyikan tetapi harus diakui keberadaannya, dikelola, dan diubah menjadi suatu kekuatan bagi perubahan positif.

Konflik perlu dimaknai sebagai suatu ekspresi perubahan masyarakat. Keterbukaan dalam merunut akar permasalahan konflik dan komunikasi yang baik antar pihak yang berkepentingan merupakan strategi penanganan konflik yang perlu dikedepankan. Ketersediaan informasi yang jujur dan dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan merupakan syarat terjalinnya komunikasi diatas. Keragaman budaya yang ada bisa juga berarti keragaman nilai-nilai. Keragaman nilai bangsa kita seharusnya dipandang sebagai modal bangsa bukannya dipandang sebagai sumber konflik. Interaksi lintas budaya yang apresiatif dan komunikatif akan dapat melahirkan proses sintesa–sintesa budaya. Budaya yang universal yang lebih dapat menaungi komunitas yang lebih besar ataupun berkembanganya suatu sistem nilai (budaya) tertentu sebagai akibat "sentuhan–sentuhan" dengan sistem nilai (budaya) tertentu adalah sesuatu yang kita harapkan.

Kenyataan sejarah manusia dipenuhi oleh kisah–kisah pertentangan kepentingan. Kedewasaan sebuah komunitas masyarakat ditentukan oleh bagaimana komponen–komponen (angggota) di dalam me-manage kepentingan–kepentingan yang muncul. Dan perlu disadari bahwa konflik menciptakan perubahan. Konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan dan masyarakat berubah. Konflik juga dapat mengubah pemahaman kita akan sesama, mendorong kita untuk memobilisasi sumber daya dengan cara– cara baru. Konflik membawa kita kepada klarifikasi pilihan–pilihan dan kekuatan untuk mencari penyelesaiannya.

PERJALANAN I MEI DI INDONESIA

Published on tebar Edisi Perdana Tahun I 31 Mei 2003
Di Indonesia, perayaan 1 Mei dilegalkan dalam UU No. 12 Tahun 1948 tentang UU kerja dan diberlakukan melalui UU No. 1 Tahun 1951. Secara tegas UU tersebut memberikan kebebasan bagi buruh untuk memperingati May Day. Pasal 15 ayat 2 mengatakan : “Pada tanggal 1 Mei buruh-buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja.” Pada peraturan ini terlihat jelas sekali buruh pada tanggal 1 Mei berhak secara penuh untuk memperingatinya sebagai wujud solidaritas gerakan buruh internasional.

Hari Buruh tidak lagi dirayakan semenjak militer (khususnya TNI AD) menumpas pergerakan kiri di Indonesia, termasuk tentu saja pergerakan buruh militan dalam wadah SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), sesudah peristiwa 1 Oktober 1965. Penghancuran pergerakan sudah sejak tahun 1950-an, terutama dalam kaitannya dengan statuswilayah darurat militer yang dipicu oleh pemberontakan di beberapa daerah waktu itu. Penguasa teritorial militer mengeluarkan perintah yang melarang pemogokan. Tahun 1951 kementerian pertahanan memperkuat peraturan daerah ini dengan mengeluarkan larangan pemogokan dalam industri-industri “vital”. Pada tahun yang sama terjadi “teror agustus”, keitka banyak tokoh kiri, termasuk yang menjadi anggota DPRS, ditangkap dan ditahan oleh pemerintah dengan dukungan militer. Jumlah orang yang ditahan mencapai 15000. Yang patut dicatat, banyak di antara mereka bukan orang pergerakan, melainkan aktivis yang bersimpati dengan pergerakan buruh.

Pada tataran simbolik, sudah pada tahun 1963 ada usaha untuk mengganti istilah buruh dengan istilah karyawan. Usul penggantian ini diajukan oleh organisasi “buruh” yang didirikan untuk menandingi SOBSI, yakni SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia) yang belakangan sesudah berdirinya rejim orde baru menjadi salah satu kino dalam Golkar. Usaha serupa juga dilakukan oleh Laksamana Sudomo sewaktu menjadi Menteri Tenaga Kerja pada 1980-an awal, dan agak berhasil juga mengganti kata buruh dengan pekerja. Semangat yang diwakili oleh karyawan dan pekerja ini masih juga merupakan penumpul pergerakan buruh di Indonesia.

Pada masa orde baru pemerintah menetapkan tanggal 23 Februari sebagai hari buruh nasional. Tanggal itu adalah hari berdirinya SPSI. Hal ini membuktikan, masih kuatnya hegemoni negara terhadap pergerakan buruh di Indonesia. Hingga saat ini, meskipun rejim orde baru secara formal telah tumbang, pemerintah masih juga belum bisa mengambil tindakan tegas dengan menjadikan 1 Mei sebagai hari libur nasional.

MERUNUT SEJARAH 1 MEI

Published on tebar Edisi Perdana Tahun I 31 Mei 2003
Setiap 1 Mei sejak tahun 1998 selalu saja kita terbawa euforia aroma kebebasan dan kemenangan kaum pekerja/buruh karena sejak bergulirnya cita-cita reformasi, tuntutan-tuntutan akan pembebasan berpikir dan berorganisasi kaum buruh pun mau tak mau ikut mengemuka dan menemukan arahnya kembali seiring keruntuhan rejim represif militeristik Soeharto.

Hari Buruh Internasional 1 Mei, atau dikenal juga dengan May Day, sesungguhnya pada awalnya dirayakan untuk memperingati perjuangan yang dilakukan oleh kawan-kawan buruh pada akhir abad ke-19, tepatnya sekitar tahun 1880-an, di berbagai kota di dunia: Tokyo, Moskow, Perancis. Di Amerika juga terjadi pemogokan sebanyak 3092 kali, yang melibatkan sekitar 1,5 juta buruh. Tuntutan yang disuarakan dalam pemogokan itu adalah pengurangan jam kerja panjang yang terkenal dengan three eight atau tiga delapan, tuntutan yang sangat sederhana dan manusiawi sebenarnya. Mereka hanya menginginkan adanya keadilan penguangan jam kerja dan kesempatan untuk menjalani kehidupan dalam 24 jam sehari untuk 3 macam kegiatan, antara lain: 8 jam untuk kerja, 8 jam untuk tidur, dan 8 jam untuk kesenangan.

Konggres buruh FOTLU (The Federation of Trade and Labour Union) pada tahun 1884 memutuskan untuk mengorganisir kampanye nasional dalam bentuk pemogokan dan demonstrasi massal, pada taggal 1 Mei 1996.Pemogokan kali ini melibatkan 350.000 buruh dalam 5000 kali pemogokan di banyak tempat di Amerika Serikat. Di Chicago, pemogokan itu begitu menyeluruh sehingga smua bisnis di kota itu pun lumpuh total. Dua hari kemudian polisi menembaki pemogok yang berhamburan; empat orang tewas dan banyak yang mengalami luka-luka. Keesokan harinya, ketika polisi berusaha membubarkan aksi damai di lapangan Haymarket Chicago, sebuah bom dilemparkan ke tengah para polisi yang dibalas dengan tembakan membabi buta dan menimbulkan korban 70 orang polisi terluka dan 200 orang peserta aksi terluka, bahkan banyak yang tewas. Meskipun tidak dapat menemukan siapa yang melmparkan bom tadi, polisi menangkap 8 orang pemimpin buruh, walaupun 7 di antaranya tidak berada di tempat itu pada waktu kejadian. Kedelapan pemimpin tadi dijatuhi hukuman mati dan kebanyakan hukuman tadi dilaksanakan.

Kabar mengenai pengadilan para pemimpin buruh itu menimbulkan gelombang protes keras di berbagai kalangan buruh di negeri-negeri lain. Tahun 1889 Sosialis Internasional menyatakan 1 Mei sebagai Hari Demonstrasi, dan pada tahun 1890, 1 Mei untuk pertama kalinya dirayakan sebagai Hari Buruh Internasional.

Pengantar Edisi Perdana



Salam pembebasan,
Kertas yang sekarang ada di tangan Anda ini adalah edisi perdana bulletin bulanan yang kita cita-citakan dan sering membuat tim redaksi terbangun di tengah malam oleh kehawatiran akan gagal atau suksesnya menjadikan bulletin ini media komunikasi anggota SP Kahutindo Unit Kerja PT RPI ini.


Sederhana saja, bulletin ini akan menjadi media penyaluran informasi dan aspirasi dua arah di institusi kita yang bersifat interaktif, terbuka, dan akomodatif yang sasarannya memperbaiki model komunikasi kita yang selama ini sering menjadikan salah persepsi dan kecurigaan yang tidak perlu. Lebih jauh, tugas kita beikutnya adalah mengubah kesadaran akan diri dan posisi serta membangun ulang kerangka berpikir dari kemandegan oleh sebab beban pekerjaan dan himpitan kehidupan yang makin sulit.

Kawan-kawan, dengan seluruh kemampuan yang meskipun sangat minim, tim redaksi akan berusaha menyajikan kajian-kajian aktual yang berhubungan dengan keseharian kita dan kondisi perburuhan yang berdampak secara langsung maupun tidak terhadap kita. Fitur-fitur yang akan dihadirkan nanti lebih memberikan kesempatan kawan-kawan untuk saling berinteraksi, baik itu komentar, kolom opini, pertanyaan kepada PUK (bukan redaksi), pesan layanan, ataupun karikatur dan joke sekalipun, asalkan semua layak muat dan relevan dengan concern yang sudah kita tentukan di atas. Selain kajian utama yang akan diisi oleh tim redaksi –tentunya dengan banyak mengambil bahan dari berbagai sumber acuan--, untuk edisi depan kami persilakan kawan-kawan untuk menyumbangkan partisipasi pada rubrik-rubrik yang sudah kami sebutkan di atas dengan memberikan kode rubrik yang diinginkan.
Untuk edisi perdana ini, kami menghadirkan kajian utama tentang Hari Buruh 1 Mei dan sejarahnya. Semoga topik tersebut belum ketinggalan. Toh, memang korelasinya dengan kondisi perburuhan tidak akan pernah basi untuk dibicarakan.

Published on tebar Edisi Perdana Tahun I 31 Mei 2003